Saluang Semalam Suntuk
Saya pulang ke Padang 12 Februari lalu bersama istri. Ini kepulangan yang pertama usai menikah bulan November 2008 lalu. Meski baru tiga bulan tak pulang kampung, kerinduan pada kampung halaman tetap terasa. Kami berdua pulang karena kakak ipar yang perempuan menikah.
Pesta (alek)terasa lebih meriah ketimbang pesta kami. Maklum dalam pesta kali ini mertua mengundang grup saluang terkenal untuk tampil. Tak hanya tamu undangan yang datang, Jumat (13/2) malam kemarin, tapi juga ratusan orang penikmat saluang. Grup saluang ini tampil sampai pukul 04.00 WIB. Penonton tak beranjak karena tiga tukang dendang yang semuanya perempuan membawa lagu-lagu yang sangat dinikmati penonton. Tak terkecuali ada juga penonton yang minta lagu.
Saluang dari seruas bambu itu begitu mendayu seolah menggugah rindu perantau pada kampung halamannya di ranah minang. Padahal alat musik itu sangat sederhana, hanya seruas bambu dengan tiga, empat dan enam lubang nada. Pernafasan peniupnya melalui hidung tanpa terputus-putus.
Namun di tangan seniman yang ahli ditambah dengan sedikit mantra dan jampi-jampi akan menggugah hati yang mendengarnya, terlebih bila ditujukan pada anak muda yang dimabuk asmara.
Saluang Darek adalah alat musik tiup tradisional dari Sumatra Barat di daerah darek atau darat seperti Batusangkar. Terbuat dari sejenis bambu tipis berwarna kuning gading. Dimainkan dengan ringan dengan satu atau dua pendendang.
Alat musik ini sering dimainkan seorang pemuda untuk melepas kerinduan, pelipur lara, atau pelepas lelah. Suaranya mengalun indah seperti udara di pegunungan.**
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda