SUTAN MAKMUR

ciloteh dikala senggang

Foto Saya
Nama:
Lokasi: batam

Pekerja Media, Peminat Sejarah. Tinggal di Batam, Kepri.

Rabu, 18 Maret 2009

Trauma Suci Korban Galodo Malalak


Menyebut nama daerah Malalak, Agam (Sumbar), yang terlintas di benak masyarakat Sumatra Barat saat ini adalah kejadian galodo atau longsor yang menelan korban enam warga setempat. Hal itu dinilai wajar karena peristiwa Malalak tidak hanya menjadi konsumsi media lokal, tapi juga nasional. Hampir tidak ada orang yang tak tahu tragedi malam mengenaskan 7 November 2008 itu.
Adalah Suci Muharni, 15, salah satu korban selamat yang hingga kini masih trauma. Walaupun luka-luka di sekujur tubuhnya telah hilang, tapi dia tidak bisa melupakan tragedi malam naas tersebut. Bukan saja karena tubuhnya babak belur dihempaskan air bercampur lumpur, lebih dari itu dia harus kehilangan kedua orangtuanya, Nadirsyam dan Afnida serta kedua adiknya, Syahrul Syafar dan Mediana Sepriani. Bahkan, jasad ayahnya sampai kini tidak pernah diketemukan. Terkubur bersama dengan hanyutan lumpur yang dibawa air bah yang menghondoh Malalak di Batang Mangoe.

Suci masih ingat, malam itu selepas magrib dia beranjak ke dapur. Ada sesuatu yang akan dikerjakannya di sana. Belum lama dia di sana, terdengar suara gemuruh dan dia dihempaskan oleh air bah yang datang begitu tiba-tiba. Tubuh kecilnya dihanyutkan ke hilir sungai, terombang ambing di atas bebatuan yang ada di Batang Mangoe. Sakitnya jelas tidak terperikan. Suci hanya bisa beristighfar melafazkan kalimat-kalimat Allah. Sampai akhirnya dia diselamatkan dengan pertolongan yang tidak terlepas dari kekuasaan Allah SWT.
“Kalau tidak salah ada dua orang yang menyelamatkan Suci. Tapi, Suci tidak ingat siapa orangnya,” ceritanya kepada Singgalang yang mengunjungi Minggu (1/3) di Aur Kuning, tempat dia berdomisili saat ini.
Hampir satu bulan dia dirawat di Rumah Sakit Dr. Ahmad Mochtar demi menyembuhkan luka-luka di tubuhnya. Kini, luka itu telah sembuh. Tapi, traumanya tidak hilang, seperti sedikit bekas luka yang tersisa di wajahnya yang imut.

Bantuan
Tragedi Malalak menyisakan luka dan trauma yang tidak kunjung hilang di hati gadis kecil kelahiran 27 Juni 1993 itu. Selain membuatnya menjadi yatim piatu bersama adik bungsunya Muhammad Syahrizal, seluruh kenangan indahnya bersama keluarganya juga turut hilang ditelan ganasnya Batang Mangoe di Kenagarian Malalak Timur, Kecamatan Malalak.
Kini, untuk mengenang wajah kedua orangtua dan dua adiknya yang tewas, Suci hanya bisa mengingat-ingat karena foto keluarga hanyut tersapu galodo bersamaan dengan rumahnya yang hilang ditelan air bah.
“Ci, ndak niyo tingga di kampuang (saya tidak mau tinggal di kampung),” lirihnya terbata.
Kepedihan dan kesedihan pasca musibah masih sangat jelas terlihat di wajahnya. Saat berbincang di pagi jelang siang itu, dia selalu berusaha menyembunyikannya dengan menatap lantai dan mengalihkan pandangan ke luar jendela. Bola matanya yang bening terlihat berkaca-kaca saat menceritakan traumanya akan galodo Malalak. Makanya, dia tidak hendak kembali menetap di kampung halaman. Bukan karena sekolahnya yang sudah dipindahkan dari SMP Malalak ke SMP Padang Luar, tapi karena dia merasa lebih nyaman tinggal di Bukittinggi. Kalau lah ada yang mau membantunya membuat rumah di kota wisata itu, betapa dia akan sangat berterimakasih.

Saat ini, dia memang sudah ditampung di rumah bakonya, keluarga Karnida yang sangat menyayangi dia dan adiknya. Tapi alangkah indahnya menetap di rumah sendiri. Terpenting lagi, dengan tinggal di kota wisata itu, dia bisa melupakan kenangan pahit di malam kelabu.

Selain masalah ketersediaan lahan untuk membuat rumah tempat tinggalnya, Suci juga terkendala dana untuk melanjutkan pendidikannya dan menyekolahkan adiknya yang harus segera masuk Taman Kanak-Kanak (TK). Untuk pendidikannya saat ini di SMP Padang Luar, dia memang bisa berlega hati karena biaya ditanggung Dinas Pendidikan Kabupaten Agam. Hanya untuk masuk ke SLTA selepas lulus UN yang sebentar lagi dimulai, dia tidak tahu harus ke mana mengadukannya. Karena, dia tentu tidak bisa bergantung ke Karnida dan keluarga sepenuhnya, meski keluarga ini sangat membantunya. Makanya saat ditanya cita-citanya, gadis pendiam ini tidak bisa memberikan jawabannya. “Belum tahu,” ujarnya. (Singgalang)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda